SEMBUH DARI LUKA AYAH DAN IBU

FIRMAN TUHAN

Mazmur 34: 18

“Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”

 

RENUNGAN

            Setiap kita mengalami dibesarkan oleh ayah/ibu atau orang yang berperan sebagai ayah/ibu bagi kita. Peranan ayah dan ibu sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Ayah berperan untuk menetapkan otoritas moral, memberikan identitas, menyediakan rasa aman (kasih tanpa syarat), dan meneguhkan potensi. Sementara ibu berperan untuk meneguhkan ayah, mengasuh dan merawat anak, membangun keintiman dengan anak, menjaga jaringan sosial keluarga dan menjadi pembangun utama suasana rumah.

            Dalam musim kehidupan seorang anak, usia 0-5 tahun adalah masa pengaruh/dampak ibu, dimana seorang ibu berperan sangat penting. Selanjutnya usia 6-11 tahun adalah masa pengaruh/dampak ayah, dimana ayah berperan sangat penting. Bukan berarti di masa yang lain ayah/ibu tidak penting, namun 11 tahun pertumbuhan anak ini betul-betul memerlukan kehadiran ayah/ibu yang menjalankan peranannya dengan sungguh-sungguh.

            Ketika ayah/ibu mengabaikan peranannya, maka hal ini dapat menimbulkan luka pada diri anak. Inilah yang disebut sebagai luka ayah/ibu. Luka tersebut dapat menyebabkan adanya rasa tidak aman, kemarahan, kekerasan, kecanduan, kesedihan, rendah diri, rasa tidak puas dan lain-lain.         

Pengabaian oleh ayah/ibu ini dapat terjadi lewat dua cara:

1.      Pengabaian karena ketidakhadiran

Ayah/ibu tidak hadir secara fisik karena pekerjaan atau perceraian. Dapat pula ayah/ibu hadir secara fisik namun tidak berfungsi secara mental dan emosi bagi anaknya.

2.      Pengabaian sebagai kelalaian

Ayah/ibu tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan, karena tidak tahu apa yang harus dikerjakan atau karena tidak disiplin melakukan apa yang seharusnya dikerjakan.

            Kita perlu menyelidiki diri kita dan menemukan luka ayah/ibu yang kita alami. Hal ini bukanlah untuk menyalahkan orang tua kita namun agar kita dapat mengalami kesembuhan sehingga dapat berperan maksimal sebagai orang tua bagi anak-anak kita.

 

APLIKASI

1.      Mengidentifikasi Luka

Bacalah daftar luka ayah dan ibu (lihat lampiran)

dan berilah tanda pada pernyataan yang menurut Anda ada pada diri Anda

2.      Mengakui  Masalah

Menyadari  dan menyebutkan apa yang telah dilakukan ayah/ibu Anda atau apa yang  tidak  mereka lakukan dalam hidup Anda, yang menyebabkan Anda terluka. Akuilah dampak dari luka tersebut pada diri Anda saat ini, misalnya mudah marah, pasif, lari dari kenyataan, dan lain-lain.

 

 

3.      Mengampuni yang Bersalah

Berdoalah dengan suara yang dapat  Anda dengar. Katakanlah  bahwa Anda memutuskan untuk mengampuni ayah/ibu Anda atas apa yang telah mereka lakukan atau atas apa yang tidak mereka lakukan  sebagai orang tua (jika Anda dibesarkan bukan oleh orang tua Anda, lepaskanlah pengampunan  untuk  figur pengganti  ayah/ibu  Anda)

4.      Berbagi dengan Pasangan

Ceritakanlah luka ayah-ibu yang Anda temukan dalam diri Anda kepada pasangan Anda dan mintalah dia untuk mendoakan Anda.  Jika Anda sudah tidak memiliki pasangan, carilah seorang yang dapat Anda percaya (mentor/pembina/orang yang lebih tua) untuk Anda dapat berbagi dan minta didoakan.

 

LAMPIRAN

DAFTAR LUKA AYAH DAN IBU

 

1.      Luka karena ayah tidak menetapkan otoritas moral

□ Saya tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.

□ Tidak ada yang menunjukkan kepada saya bagaimana

       caranya memimpin.

□ Saya tidak tahu norma-norma mutlak.

□ Saya tidak dapat menunda kepuasan (saya

        menginginkannya saat ini).

□ Saya kesulitan untuk berada di bawah otoritas.

□ Saya ingin melakukan apa yang saya kehendaki.

 

2.      Luka karena ayah tidak memberikan identitas

□ Saya merasa seperti anak yatim piatu (tidak dimiliki oleh

        siapapun).

□ Saya tidak tahu keunikan saya.

□ Saya merasa tidak aman.

□ Saya menjadikan pekerjaan sebagai identitas saya.

 

 

□ Saya tidak tahu siapa diri saya (saya mengalami     kebingungan identitas).

□ Saya menutupi diri saya yang sebenarnya dengan menggunakan identitas lain yang akan diterima oleh orang banyak, contoh: tato, tindik dan lain-lain.

 

3.      Luka karena ayah tidak menyediakan rasa aman (tidak mengasihi tanpa syarat)

□ Saya merasa saya tidak layak mendapatkan apa-apa.

□ Saya tidak mendapatkan cukup perhatian/ kasih sayang

      (saya ketagihan diperhatikan).

□ Saya mendukung orang-orang yang diremehkan.

□ Saya tidak tahu bagaimana perasaan saya sesungguhnya.

□ Saya berusaha mendapatkan kasih sayang dengan

       mencoba membuktikan bahwa diri saya cukup baik.

 

4.      Luka karena ayah tidak meneguhkan potensi (tidak

memberikan afirmasi)

□ Saya merasa tidak punya sesuatu yang dapat

       dikontribusikan.

□ Saya menerima pujian dengan kecurigaan.

□ Saya selalu merasa tidak pasti.

□ Saya suka mempertanyakan diri sendiri.

□ Saya berusaha membuat orang-orang terkesan sepanjang

        waktu.

□ Saya berjuang dengan ketidakdewasaan.

 

1.  Luka karena ibu tidak membangun keintiman

□ Saya sulit terbuka secara emosional.

□ Saya menarik diri ketika orang-orang mendekat secara  

      emosional.

□ Saya sering merasa kesepian, seolah-olah saya sedang

      berada di sebuah pulau.

□ Saya pergi ke tempat sepi untuk menjaga jarak dengan

       orang lain.

□ Saya berdiri di depan pintu kehidupan orang-orang namun

       jarang memasuki ruang-ruang emosi di dalamnya.
□ Saya menunjukkan tanda-tanda seperti yatim piatu,

       merasa tidak punya tempat.

 

2. Luka karena ibu tidak merawat dan mengasuh

□ Saya mengalami ketakutan yang serius.

□ Saya merasa kesepian di tengah rasa sakit.

□ Saya tidak butuh orang lain untuk berbagi rasa sakit.

□ Saya bereaksi dengan emosional ketika merasa pasangan

       saya tidak peka terhadap perasaan saya.

 

3. Luka karena ibu tidak memberikan bimbingan sosial

□ Saya tidak tahu kehidupan/kerumitan orang-orang di

      sekitar saya.

□ Saya sulit berpikir dan berfungsi lebih luas daripada dunia

       saya sendiri.

□ Saya memiliki kecerdasan emosi yang rendah dalam

      memahami perasaan orang lain.

□ Saya memiliki kecerdasan emosi yang rendah dalam

       mengelola emosi orang lain.

 

5.      Luka karena ibu tidak memberikan peneguhan kepada ayah

□ Saya berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari orang

       lain.

□ Saya berjuang untuk menjadi bawahan.

□ Saya berjuang untuk taat.

□ Saya berjuang untuk membuat orang lain mendukung

      sebuah tindakan/gerakan, yang bukan inisiatif saya.